ADVOKAT MUDA JEPARA BERBICARA TENTANG EKONOMI SYARI'AH
SEKILAS
TENTANG
PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI SYARIAH
OLEH : ADVOKAT MUDA JEPARA FATHUR ROHMAN, S.H.I.
(Dari Berbagai Sumber dan
tahapan Revisi)
Jalan keluar permasalahan melalui Mediasi merupakan
salah bentuk peyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigation process)
yang sangat efektif, karena dengan adanya Mediasa akan menemukan solusi terbaik
yang dapat diterima oleh para pihak, dan apabila mendapatkan kesepakatan, maka para
pihak setidaknya akan mendapatkan
keuntungan berupa biaya ringan, proses cepat dan adanya sebuah kepastian.
Penyelesaian sengketa bisnis melalui mediasi cukup
populer dilakukan saat ini karena dianggap: lebih cepat, sederhana, rahasia dan
berbiaya murah dibandingkan dengan proses litigasi di pengadilan. Mediasi
secara sederhana dapat dipahami sebagai bentuk penyelesaian sengketa secara
damai dengan melibatkan bantuan pihak ketiga (mediator) guna memberikan solusi
yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.
Selanjutnya, penyelesaian sengketa melalui mediasi
dengan melibatkan pihak ketiga (mediator) diatur secara eksplisit dalam Pasal 6
ayat (3) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dengan pengaturan sebagai berikut :
“Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan
tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan
seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.”
Selain digunakan di luar pengadilan, mediasi bisa juga
digunakan sebagai bagian proses penyelesaian sengketa di dalam pengadilan.
Dengan kata lain, mediasi di pengadilan menjadi bagian hukum acara perdata guna
memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian
sengketa.
Di Indonesia, penggunaan mediasi di pengadilan mulai
berlaku secara formal dengan dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2
Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA tersebut mengalami
beberapa kali revisi, revisi pertama adalah dengan dikeluarkannya PERMA No. 1
Tahun 2008 dan terkahir dengan PERMA No. 1 Tahun 2016.
Dalam PERMA No.2 Tahun 2003 telah disebutkan beberapa
pertimbangan pentingnya pengintegrasian mediasi di dalam pengadilan.
Pertimbangan tersebut antara lain:
1. Pengintegrasian
mediasi ke dalam proses beracara di pegadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan;
2. Mediasi
merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses
kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian
yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
3. Institusionalisasi
proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses
pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
Beberapa pertimbangan di atas menekankan akan
pentingnya peran mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata secara damai di
Pengadilan. Proses mediasi dalam perkara perdata, baik dalam lingkungan peradilan
umum maupun peradilan agama, wajib dilakukan, jika tidak maka hakim dianggap
melanggar ketentuan pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg dan putusannya
dianggap batal demi hukum (Lihat Pasal 2 ayat (2 & 3) PERMA No. 01 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).
Terkait dengan pembahasan di atas, seiring dengan
berkembang pesatnya aktivitas ekonomi syariah di Indonesia, berdampak pula pada
munculnya berbagai macam sengketa ekonomi syariah yang tidak dapat dihindarkan.
Pengadilan Agama, sebagai lembaga peradilan yang diberikan kewenangan absolut
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah (lihat: Pasal 49 huruf (i) UU No.
3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan Pasal 55 UU No. 21 tentang Perbankan
Syariah), berperan aktif dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Proses
mediasi juga dilakukan oleh hakim di pengadilan agama dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Fakta di lapangan menunjukan bahwa pengunaan mediasi
dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama membuahkan hasil
yang cukup signifikan.
Akan tetapi ada beberapa pengadilan yang sampai saat
ini belum pernah mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan Sengketa Ekonomi
Syari’ah, sehingga Pemimpin Pengadilan dan Para Hakim belum berupaya untum
mencari sebuah solusi mengenai permasalahan tersebut, harapannya dengan
perkembangan permasalahan Ekonomi Syariah yang sangat pesat, tidak menutup
kemungkinan adanya sengketa, oleh karena itu sikap menguatkan Sumber Daya
Manusia dalam Peradilan sangat dibutuhkan, guna mengatasi perkembangan seperti
saat ini,
Berdasarkan penjelasan di atas, penyusun berpendapat
bahwa betapa pentingnya peran mediasi dalam penyelesaian sengketa ekonomi
syariah di pengadilan agama, meskipun banyak Pengadilan Agama yang sampai saat
ini belumbernah menangani kasus serupa, akan tetapi tidak ada salahnya Sumber
Daya Manusia dalam Pengadilan harus disiapkan, bisa dari internal Hakim yang
berada di Pengadilan tersebut, maupun pihak lain yang dianggap memiliki
kecakapan dalam masalah tersebut, semisal dari unsur Advokat ataupun Tokoh
masyarakat yang telah mempunyai bekal pelatihan mengenai Ekonomi Syari’ah dan
Mediasi.
Mediasi sejalan
dengan prinsip syariah dan sangat dianjurkan dalam Islam untuk digunakan dalam
menyelesaikan sengketa. Ke depan diharapkan penggunaan mediasi dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah semakin dimaksimalkan sehingga bisa
berdampak luas terhadap kepercayaan lembaga keuangan syariah dalam
menyelesaikan sengketanya ke Pengadilan Agama semakin meningkat pula.
Nex tahap penyempurnaan.......
Komentar
Posting Komentar