KH NAJIB SALIMI (1971 – 2011) Tokoh Pendidikan Islam Dari Yogyakarta
KH NAJIB SALIMI (1971 – 2011)
Tokoh Pendidikan Islam Dari Yogyakarta
A.
Nama,
Kelahiran, dan Masa Kecil Beliau

Beliau
dilahirkan pada hari Selasa Pon, tanggal 5 Januari 1971, di Dusun Mlangi
Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Dusun Mlangi terletak
di arah barat laut kraton Yogyakarta. Jarak dari kraton kurang lebih 9,4 km.
Dusun ini merupakan sebuah wilayah yang memiliki akar sejarah yang kuat di
Yogyakarta. Di sana terdapat bangunan masjid yang disebut sebagai Masjid
Pathok Negoro dan makam Mbah Nur Iman, seorang ulama yang masih merupakan
keluarga Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Di Mlangi
terdapat beberapa pesantren dan memiliki tata kehidupan yang religius. Oleh
karenanya, anak-anak kecil yang lahir dan tumbuh di sana hidup dalam suasana
keagamaan dan keilmuan yang kuat. Terlebih mereka yang lahir dari keluarga
pengasuh pesantren.
Di masa kecil beliau, KH Najib mendapatkan pengajaran langsung dari kedua orang tua beliau. Beliau juga menyelesaikan pendidikan dasar di sekolah formal. Hanya saja, ijazah sekolah dasar beliau ini tidak diambil. Orang tua beliau memang lebih mementingkan pendidikan di pesantren daripada pendidikan di sekolah formal. Bagi sebagian besar masyarakat, mungkin sikap yang demikian dianggap sebagai sikap yang kolot. Akan tetapi, dapat dibuktikan bahwa meskipun tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, putra dan putri KH Salimi tumbuh dewasa dengan pengetahuan, wawasan, dan pergaulan yang luas.
B.
Sekilas
Tentang Keluarga Beliau
KH Najib
Salimi dilahirkan dari keluarga pengasuh pesantren. Ayahanda beliau, KH Salimi,
adalah pengasuh Pondok Pesantren API (Asrama Perguruan Islam) As-Salimiyyah.
Hingga tulisan ini dibuat, ayahanda dan ibunda beliau masih mengasuh pesantren
tersebut. Ibunda beliau bernama Nyai Bunyanah, seorang penghafal al-Qur’an,
putri dari seorang Kyai besar di Mlangi, yaitu K. Masduqi, pengasuh Pondok
Pesantren As-Salafiyyah Mlangi.
KH Salimi
adalah santri dari KH Chudlori, pendiri dan pengasuh pertama Pesantren Tegalrejo
Magelang. Beliau adalah seorang santri yang loyal. Seluruh putra beliau
kemudian menimba ilmu dari pesantren yang sama. Bisa dikatakan bahwa keluarga
KH Salimi adalah keluarga santri Tegalrejo Magelang.
Garis silsilah
keluarga KH Najib dari ayah dan ibu beliau bersambung kepada Mbah Nur Iman.
Beliau adalah kakak sulung dari Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan
Hamengkubuwono I (1717-1792). Nama beliau adalah BPH (Bendara Pangeran Haryo)
Sandiyo. Mbah Nur Iman adalah sosok ulama yang menurunkan banyak tokoh pejuang
dan ulama di wilayah Jawa.
KH Najib
adalah anak kedua dari tujuh orang bersaudara. Tiga saudara laki-laki beliau
adalah K. Ahmad Nasihin, K. Na’imul Wa’in, dan K. Nurcharist Madjid. K. Na’im
tinggal dan mengasuh pesantren di daerah Dayakan Purwomartani Kalasan Sleman.
Sedangkan kedua saudara laki-laki beliau yang lain tinggal dan mengajar di
pesantren ayahanda mereka. Tiga saudara perempuan beliau yaitu Ning Isna, Ning
Ilvin, Ning Asna. Ketiganya mendapatkan suami dari keluarga pesantren juga.
Ning Isna diperistri K. Mabarun, pengasuh Pesantren Al-Miftah Mlangi. Ning
Ilvin diperistri K. Misbah, dari Pesantren Al-Falahiyyah Mlangi. Sedangkan Ning
Asna diperistri K. Baidlowi, putra KH. R. Mastur, pengasuh pesantren di
Tempuran Magelang. K. Baidlowi bersama Ning Asna kemudian tinggal dan mengasuh
Pesantren Ar-Rohmah di Kleben Pendowoharjo Sleman. Dapat dikatakan bahwa KH
Najib beserta saudara-saudara, dan ipar-iparnya adalah para penggerak
pendidikan di pesantren. KH Najib sendiri memperistri Nyai Hj. Siti Chamnah,
putri KH Khudlori Abdul Aziz, pengasuh Pesantren Al-Anwar di Ngrukem Sewon
Bantul.
KH Najib
sangat menyayangi para adiknya, dan sangat peduli dengan cita-cita dan harapan
mereka. Diantara para saudaranya, beliau adalah salah seorang anak yang paling
mampu meluluhkan hati sang ayahanda.
C.
Masa Belajar
Setelah
menamatkan SD pada tahun 1985, beliau dikirim belajar ke pesantren API (Asrama
Perguruan Islam) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh KH
Abdurrahman Chudlori. Beliau adalah seorang panutan bagi KH Najib, terutama
dalam semangat menyebarkan ilmu dan pengabdian.
Di pesantren
inilah beliau benar-benar melakukan prihatin bahkan hingga badan kurus
dan kusut. Pada suatu kondisi sakit, beliau pernah berdoa meminta kesembuhan
jika saja hidup beliau memang lebih bermanfaat, dan sebaliknya jika memang
hidup beliau memang tiada guna maka lebih baik sudahi saja.
Beliau belajar
di Magelang hingga tahun 1992. Beliau harus pulang karena harus membantu orang
tua beliau yang menghadapi ujian besar, yaitu berpindahnya pesantren dari Dusun Mlangi ke Dusun Cambahan
di tahun 1990.
Meskipun
terhitung sebentar untuk ukuran menimba ilmu di pesantren Tegalrejo, namun
beliau memiliki kedekatan yang cukup erat dengan Pak Dur, atau KH Abdurrahman
Chudlori. Pak Dur adalah pembicara yang wajib diundang dalam setiap pengajian
akhir tahun di pesantren KH Najib. Bahkan setelah Pak Dur wafat, putra beliau
yaitu KH Izzuddin Abdurrahman ditetapkan sebagai pembicara yang wajib diundang.
D.
Masa
Pengabdian
Setelah tidak
lagi belajar di Magelang, KH Najib menghadapi babak baru dalam kehidupan
beliau. Beliau dituntut untuk mengabdi kepada orang tua beliau. Beliau membantu
keberlangsungan kegiatan di pesantren ayahanda beliau sekaligus berinteraksi
dengan berbagai orang yang datang ke Cambahan dengan berbagai keperluan.
Pada masa ini,
beliau gemar berinteraksi dengan orang lain, dan mengajak mereka untuk lebih
dekat dengan dunia pesantren. Beliau berinteraksi dengan orang-orang dari
berbagai lapisan mulai dari yang buruh, mahasiswa, pejabat, hingga akademisi.
Pergaulan beliau inilah yang menjadikan beliau memiliki wawasan yang luas dan
mengenal berbagai karakter orang.
Beliau gemar
berdagang. Beliau termasuk seseorang yang memiliki keyakin kuat bahwa segala
apapun usaha pasti akan menuai hasil meski bukanlah yang diasumsikan ataupun
diharapkan di awal.
Beliau sering
mengikuti dan mengadakan kegiatan forum diskusi dengan para aktivis mahasiswa
ataupun gerakan sosial. Seringkali beliau mengadakan forum diskusi kemudian
diikuti dengan kegiatan ziarah ke makam para ulama.
Di penghujung
abad 20, beliau mempersunting Nyai Hj. Chamnah, sebuah babak baru kehidupan
beliau. Tidak lama setelah pernikahan beliau, ayahanda beliau, KH Salimi,
diserahi untuk mengelola sebuah komplek bangunan di tengah kota Yogyakarta
untuk dijadikan sebuah pesantren.
Akhirnya, pesantren inilah yang kemudian dikelola oleh KH Najib Salimi.
PP
Al-Luqmaniyyah didirikan oleh seorang pengusaha keturunan Batak bernama H.
Luqman Jamal Hasibuan. Pesantren ini diresmikan pada tanggal 9 Februari 2000
dengan pengasuhnya adalah KH Najib Salimi yang pada saat itu baru menginjak
usia 29 tahun.
Pesantren ini
berada di tengah kota Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Umbulharjo. Awalnya,
pesantren ini diperuntukkan untuk mereka yang hanya hendak menuntut ilmu agama
saja. Akan tetapi, setelah beberapa bulan berjalan, justru yang tertarik masuk
adalah mereka yang kuliah di kampus-kampus di Yogyakarta.
Pesantren ini
cepat mengalami perkembangan sebanding dengan pengaruh KH Najib Salimi di
kehidupan keberagamaan di Kota Yogyakarta yang juga semakin meluas. Jamaah luar
pesantren dari masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya mulai mengambil manfaat
dengan mengikuti kegiatan mujahadah pada setiap malam selasa.
Orang-orang
mulai banyak yang berdatangan ke pesantren sekedar ingin sowan KH Najib dan
berbagi cerita kehidupan mereka masing-masing. KH Najib menerima tamu pada tiap
malamnya hingga dini hari. KH Najib berprinsip bahwa tamu yang datang adalah
sumber keberkahan meski datang dengan permasalahan. Tamu yang datang sangat beragam dan semua diperlakukan
oleh KH Najib selayaknya orang dekat.
Pada tahun
2006 KH Najib mendapatkan amanah sebagai Rais Syuriyah Nahdlatul Ulama Cabang
Kota Yogyakarta. Dengan amanah ini kemudian peran beliau dan pesantren beliau
semakin dirasakan masyarakat Kota Yogyakarta khususnya nahdliyyin. Para pejabat
pemerintah pun berdatangan mulai dari yang sekedar silaturahmi dan perkenalan
hingga yang akhirnya ikut dalam kegiatan pengajian beliau.
Sebenarnya,
tidak sedikit tamu yang datang ke tempat beliau dan minta bantuan beliau
kemudian pada akhirnya menyusahkan beliau. Akan tetapi, beliau sama sekali
tidak pandang bulu dalam membantu dan mendidik orang. Beliau berkeyakinan bahwa
setiap orang berhak mendapatkan tarbiyah, meskipun ia datang dengan itikad yang
tak baik. Seringkali beliau mendapat kecaman dan fitnah dari orang lain. Namun
semua itu adalah kepahitan yang kelak akan diganti dengan kebaikan.
Bagi para
santri, beliau adalah sosok orang tua yang penyayang dan tahu akan apa yang
dibutuhkan oleh anak didiknya. Para santri menyebut beliau dengan sebutan Abah
Najib.
E.
Pemikiran
Beliau Tentang Moral dan Pendidikan Islam
KH Najib
Salimi mengasuh Pesantren Al-Luqmaniyyah dari mulai berdiri hingga akhir hayat
beliau. Banyak hal yang dapat dicatat dari perjalanan hidup dan
pemikiran-pemikiran beliau tentang moral, pendidikan dan pesantren. Berikut
beberapa di antaranya:
1.
Selain sebagai
tempat belajar ilmu-ilmu keagamaan, pesantren adalah tempat belajar menumbuhkan
nilai-nilai yang berguna di kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai seperti gotong
royong, tepo seliro, sopan santun, pengorbanan, kesederhanaan, dan
tanggung jawab mutlak harus dijalani oleh seorang santri.
2.
Tanggung jawab
adalah sebuah kesempatan, bukan sebuah beban. Seorang santri yang diberi
tanggung jawab sebagai pengurus pesantren harusnya bersyukur karena diberikan
wahana untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri. KH Najib tidak mengarahkan
secara detail kepada santri beliau tentang bagaimana mengelola organisasi
pesantren. Beliau senantiasa memberikan keluasan kepada pengurus pesantren
untuk membuat sebuah kebijakan dan alternatif-alternatifnya meskipun dalam
beberapa hal pada akhirnya apa yang diputuskan haruslah atas keputusan beliau.
Dari situlah seorang santri belajar sebagai pemimpin, mengambil sebuah
kebijakan dan kemandirian.
3.
Untuk
menumbuhkan jiwa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi, seorang santri harus
dilatih untuk mengesampingkan apa yang menjadi kebutuhan pribadinya dan
mendahulukan apa yang menjadi kebutuhan bersama atau orang lain. Tentang ini, beliau
terkadang memanggil santri yang tampak sibuk atau terburu-buru dengan urusannya
dan memberi sebuah perintah kepadanya walau ringan semisal menyapu halaman,
merapikan tanaman, ataupun lainnya. Dengan kondisi yang sibuk atau terburu-buru
tadi memungkinkan si santri merasa sangat terganggu dan tak rela. Akan tetapi,
yang demikian jika terus dilatih akan menumbuhkan rasa ikhlas dalam pengabdian
dan pengorbanan.
4.
Termasuk dalam
proses memperoleh ilmu, seorang santri harus menghilangkan ke-aku-annya dan
tunduk dengan apa yang menjadi petunjuk guru. KH Najib mendidik seseorang yang
selalu bangga dengan dirinya dengan jalan memberinya perintah untuk melakukan
hal-hal yang remeh menurutnya.
5.
Untuk
memperoleh ilmu yang bermanfaat, seorang santri harus menyiapkan wadah yang
bersih. Pikiran dan hati tidaklah boleh habis untuk sesuatu yang tiada guna.
Dalam hal ini, proses riyadloh dan mujahadah adalah suatu
keniscayaan. Keduanya adalah latihan badan sekaligus olah batin untuk dapat
menerima cahaya ilmu. Hingga saat ini, Pesantren Al-Luqmaniyyah menjadi
pesantren dengan ciri tirakat santri dan mujahadah-nya. Banyak
santri yang melanggengkan puasa sunnah. Diantara mereka juga banyak yang ngerowot,
yaitu tidak mengonsumsi beras dan variannya. Mereka menjadikan olahan singkong
sebagai bahan makanan pokok setiap harinya. Mujahadah di Pesantren Al-Luqmaniyyah dilakukan di
setiap habis maghrib dan sebelum subuh. Selain itu, juga terdapat aktivitas mujahadah
yang dilaksanakan bersama dengan jamaah dari luar pesantren.
6.
Meskipun mujahadah
dan tirakat adalah hal penting, akan tetapi kegiatan proses belajar
mengajar adalah suatu keniscayaan.
7.
Dalam setiap
kondisi yang kita hadapi akan selalu ada kemungkinan cocok dan tidak cocok.
Sesuatu yang tidak cocok bukan untuk dihindari, tapi untuk dihadapi. Jika kita
selalu berpindah ketika menghadapi sesuatu yang tidak sesuai, bisa jadi akan
berpindah ke sesuatu yang juga tidak cocok dengan kita. Jika terus demikian,
maka kita tak belajar apapun dari kondisi yang ada. Berpindah-pindah pesantren
bisa jadi karena kita tak mampu menghadapi sesuatu yang tidak cocok dengan
kita.
8.
Untuk mencapai
kemuliaan maka harus melalui proses yang tidak instan. Seringkali kita
memandang kesuksesan seseorang sebagai sebuah keberuntungan, tetapi kita lupa
bahwa pencapaian tersebut selalu dibarengi dengan proses pahit perjuangan.
9.
Jika ada
seseorang yang menggantungkan harapannya dengan meminta pertolongan kepada
kita, maka meski kita tidaklah mampu, kita harus berusaha dengan apapun yang
bisa diusahakan. Sikap semacam ini adalah bentuk kasih sayang kita kepada
sesama dan usaha untuk mencegah terjadinya keputus-asaan terhadap pertolongan
Allah SWT.
10.
Kesuksesan
belajar seorang santri dan kemanfaatan ilmu yang diperoleh berbanding lurus
dengan dukungan dan doa dari para guru dan orang tua santri. Oleh karenanya, KH
Najib selalu menekankan kepada orang tua santri untuk senantiasa ikut prihatin
atau menjaga diri dan berusaha memperbaiki diri.
11.
Hadapilah
orang lain dengan memanusiakannya. Kita tidak diperkenankan untuk berbuat semau
diri sendiri tanpa memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Dengan
sikap beliau yang demikian ini, hampir setiap orang yang kenal beliau mengklaim
bahwa dirinya adalah seorang yang paling dekat dengan beliau.
12.
Apapun yang
menjadi mata pencaharian seorang santri ketika tamat dari pesantren, maka
jangan pernah meninggalkan untuk mengajar, meskipun sekedar mengajar baca tulis
al-Qur’an.
F.
Wafat Beliau
Beliau wafat
pada Jumat dini hari tanggal 30 September 2011 di RS PKU Muhammadiyah Kauman
Yogyakarta. Lima hari sebelumnya beliau mengalami kecelakaan di Jalan Lingkar
Kudus Jawa Tengah. Pada saat itu, beliau sedang dalam perjalanan pulang setelah
ziarah ke makam Sunan Muria di Kudus.
Beliau
meninggal di usia 40 tahun, usia yang terbilang cukup muda. Tepat seminggu
sebelum meninggal, beliau diundang dan hadir dalam lokakarya di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang mengangkat tema terkait tentang hilangnya
spiritualitas di institusi formal pendidikan Islam. Beliau diundang karena
kapasitas beliau sebagai tokoh pesantren.
Beliau
meninggalkan satu istri, Nyai Hj. Siti Chamnah, dan tiga orang anak. Dua
putranya bernama Muhammad Abdullah Falah dan Muhammad Alwy Masduq, dan putri
bungsu bernama Abdah Iqtada. Sepeninggal beliau, pesantren diasuh oleh istri
beliau dan yang terjadi justru jumlah santri menjadi dua kali lipat.
Jenazah beliau
dikebumikan pada siang hari dari wafat beliau. Letak makam beliau di sebelah
timur makam Mbah Nur Iman di Mlangi. Ribuan orang datang untuk melayat,
mensalati, dan mengantarkan jenazah beliau. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa
baru pada saat pemakaman KH Najib lah hampir seluruh warga Mlangi keluar untuk
mengikuti prosesi pemakaman seseorang. Yang demikian ini tidak lain karena
kedekatan almarhum dengan setiap orang yang beliau kenal.
Penulis: Irfan Antono, S.Hum
Santri PP Al-Luqmaniyyah tahun 2002 hingga
sekarang
Sumber tulisan: dari berbagai sumber lisan dan
interaksi langsung dengan tokoh bersangkutan
keren kang
BalasHapus