Arah Pendidikan Kita
Arah Pendidikan
Kita
Oleh : Fathur Rohman, S.H.I[1]
a.
Efek
Pendidikan Pesantren
Kemajuan peradaban bisa kita lihat
ketika aktifitas pembangunan selalu dilakukan, mulai dari pembangunan
infrasuktur akses masyarakat seperti jalan raya dan infrasuktur yang lainnya,
yang mana salah satu kemajuan dari segi bidang ekonomi tidak bisa terlewatkan
yang namanya akses jalan raya, masyarakat bisa memanfaatkan jalan raya sebagai
penghubung mitra usaha satu ke usaha yang lain atau mempercepat jarak tempuh
sehingga efisiensi waktu bisa didapatkan oleh masyarakat, dengan perbaikan
infrasuktur yang memadai, sehingga pendapatan masyarakat akan bertambah dan
akhirnya peningkatan taraf hidup bisa tercapai sebagaimana
Peradaban yang kedua yaitu Pembangunan Sumberdaya Manusia, yang
mana ketika peluang usaha dan perubahan itu ada, maka yang diperlukan
selanjutnya adalah pengelola, dengan adanya SDM yang memadi maka peluang
sekecil apapun akan bisa dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kemajuan bersama,
betapa banyaknya seseorang yang berpendidikan itu tidak bisa kerja dengan layak
karena tidak bisa memanfaatkan peluang yang ada. Sumber daya manusia bisa
dikembangkan tidak bisa meniscayakan yang namanya skil keahlian dalam bidang
tertentu, sehingga dengan skil keahlian yang dimiliki, maka bisa menciptakan
lapangan dan peluang kerja bagi masyarakat luas, sehingga bisa menyerap tenaga
pengangguran menjadi tenaga yang produktif dan profesional.

Keadaan semacam ini mungkin bisa kita lihat dari lembaga yang
notabenya lembaga pendidikan yang kurang begitu
memperhatikan kehidupan dengn sudut pandng realistis, seperti pesantren
misalnya, lembaga agamis ini yang sudah terlahir dan masyhur bertahun-tahun
lamanya, tapi jarng sekali untuk memperhatikan yang namanya skil, sehingga
lulusan dari pesantren hanya berkutat pada lembaga pendidikan saja, itu artinya
membutuhkan masuk lembaga tersebut, sehingga tidak bisa memunculkan lapangan
pekerjaan, akan tetapi mencari peluang pekerjaan, sungguh memprihatinkan
sekali.
Sebetulnya Pesantren dari tahun ketahun tidak pernah surut
peminatnya yang menekuni pendidikan agama di dalamnya, perhatianpun tercurahkan
dari masyarakat luas hingga pemerintah yang dinaungi kementrian agama, baik
dari segi bantuan dana pendidikan, hingga kompetisi atau musyabaqah tingkat
daerah, wilayah hingga nasional, akan tetapi dengan adanya sarana dan prasarana
yang begitu luas, sedikit sekali yang menekuni skil-skil keahlian yang mana
nantinya bisa dikembangkan ketika lulusan dari pesantren itu sendiri sudah
terjun kemasyarakat luas.
Sebagai santri dan sekaligus mahasiswa yang kita tidak bisa
memungkiri bahwasannya kesuksesan juga tidak hanya pintar dalam masalah agama
yang diperdalam di pesantren, akan tetap keahlian, kecakapan dan berdaya saing
dengan masyarakat luas untuk menyiapkan diri yang lebih baik lagi,.
Dari tahun ketahun dan masalah yang sangat kompleks sekiranya
solusi ini bisa menjadikan pertimbangan untuk membangun lulusan pesantren yang
bisa meraih gelar masyarakat S3 yaitu Salim Shalih dan Selamat. Degan rumus S3
ini disetiap kreasi lulusan pesantren, dengan keadaan yang bagaimanapun dan
dengan keadaan sesulit dan seriskan risiko apapun diluar sana, pastinya masih
berpegang tuguh dengan nilai-nilai ketuhanana semesta.
Solusi yang saya anggap lebih bijaksana adalah setiap pesantren harus mengajarkan
sebuah skil ketrampilan atau cara berinteraksi dengan orang sehingga bisa
membangun mitra kerja yang berbasis keislaman yang bisa menyerap tenaga kerja
luar pesantren dan bisa mengurangi pengangguran masyarakat luas diusia yang
produktif, bukankan itu juga yang terkandung dalam slogan keislaman,
sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.
b.
Efek
Pendidikan Sosial
Ketika kita berjalan ditempat umum seperti, jalan raya, pasar,
terminal dan lain sebagainya. Tentusaja banyak pemandangan menarik yang patut
kita perhatikan. Misalnya, pengemis, pengamen, jambret dan begal yang saat ini
aksinya meresahkan masyarakat luas, sehingga dengan adanya issue dan kejadian
pembegalan yang mengakibatkan hilangnya harta benda bahkan nyawa, sehingga
mengakibatkan rasa takut, tidak aman dalam melakukan perjalanan di malam hari.
Pernahkah kita sadari bahwa pelaku kejahatan itu dari data polresta
Jogja kebanyakan remaja yang melakukan aksinya itu, bahkan dengan aksinya
banyak begal yang berusia belasan tahun harus mengakhiri hidupnya karena gagal
dalam melakukan aksinya itu, hingga menjadi bulan-bulanan masyarakat.
Sebenarnya dengan aksi yang sangan sadis yang dilakukan oleh para
begal yang masih tergolong yremaja ini, sebenarnya tidak sepantasnya kita kambinghitamkan
pelaku secara mutlak, akan tetapi banyak faktor yang melatarbelakangi aksi
mereka, tiada lain ada dua aspek yang melatarbelakanginya yaitu:
1.
Faktor
Ekonomi
Ketika lebih dalam lagi aksi dari para pelaku kejahatan tersebut,
tiada lain faktor utama yang melatar belakangi
mereka adalah tidak terpenuhinya kebutuh sehari-hari yang bersifat primer,
sehingga dengan terdesaknya pelaku akhrnya perbuatan melanggar hukum tidak
terhindari lagi. Karena kita sadari bahwasannya kehidupan tidaklah bias
berjalan secara sendiri, melainkan saling membutuhkan satu sama lain
sebagaimana yang diungkapkan oleh Aries Totels, manusia adalah mahluk
zonpoliticon, oleh karena itu dalam berinteraksi satu sama lain dibutuhkan
keseimbangan yang itu bias dipenuhi dengan logistic finansial atau uang. Oleh
karena itu, jika seseorang tidak bias memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka
jalan pintas yang dilakukan adalah kriminalitas.
2.
Faktor
Pendidikan dan Agama
Pengetahuan sangat penting untuk membentuk insan yang berbudi, kita
bias membayangkan, mengapa orang yang berpengetahuan tinggi, gaya hidupnya
sering kali teratur, dan selalu berkembang, lain halnya, orang desa,
berpendidikan rendah, kita bias melihat perbedaan dari segi social, budaya dan
pengetahuan. Melihat kesenjangan semacam ini, tidaklah pantas ketika kita
menutup sebelah mata, dan dan mendiskriminasikan orang Desa dengan kebudayaan
yang rendah sehingga angka kemiskinan di pedesaan tak kunjung berkurang. Karena
kesempatanlah yang membuat mereka harus menjalani hidup sebagaimana pilihannya,
dengan kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi, tidak hanya orang kota
saja, melainkan orang desa sekalipun ketika memperoleh pendidikan yang tinggi,
maka ia bias mengarahkan kehidupannya dengan bijak dan bermartabat, meskipun
ketika seorang yang bernasib kurang beruntung, akan tetapi ia mengenyam
pendidikan yang tinggi, maka ia akan bijak dalam menjalani kehidupannya.
Semuanya bias terbentuk dimulai dari pendidikan di rumah, yang mana
dalam pendidikan yang diawali dari lingkungan keluarga, maka karakter yang
sangat labil bias diarahkan oleh orang tua atau kerabat sekehendak orang tua,
dan dengan pendidikan dari ruman takkan lupa yang namanya nilai-nilai akhlakul
karimah atau religiusitas, dengan pondasi yang telah tertanam sejak dini, maka
akan berdampak pada diri seorang anak kelak ia dewasa, sehingga benih-benih
kriminalitas akan sirna.
kriminal selain pencegahan dari dalam rumah, seyogyanya lembaga
pendidikan juga pro aktif untuk merubah kurikulum yang mewakili instasi
pemerintahan, untuk membantu mewujudkan remaja atau generasi muda yang
berkualitas dan berakhlakul karimah, yang bias meneruskan perjuangan para
pendahulu untuk mengantarkan bangsa yang lebih bermanfaat bagi rakyatnya secara
keseluruhan.
Komentar
Posting Komentar